Asas-asas Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah sesuatu yang
direncanakan sebagai pegangan dalam mencapai tujuan pendidikan.Apa yang
direncanakan biasanya bersifat ide, suatu cita-cita tentang manusia atau warga
negara yang akan dibentuk. Kurikulum biasanya mengandukung harapan yang sering
berbunyi muluk-muluk.
Pada dasarnya dalam mengembangkan
kurikulum diperlukan pertimbangan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan
untuk diperhitungkan. Misalnya: apa yang ingin dicapai suatu lembaga
pendidikan? Apakah kebutuhan yang diutamakan anak pada saat sekarang atau saat
mendatang? Apakah pelajaran akan didasarkan atas disiplin ilmu atau kah
dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi? Apakah seluruh kurikulum sama bagi
semua sekolah? Apakah hasil belajar anak akan diuji secara uniform atau diserahkan pada guru yang membimbing?Semua pertanyaan
itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum.
Asas (prinsip) merupakan suatu
pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman
pemikiran dan tindakan. Kurikulum adalah komponen yang mengarahkan kinerja
lulusan akan seperti apa nantinya atau dengan kata lain kurikulum yang akan
mengarahkan pendidikan dalam mendidik arak didik. Pengembangan kurikulum adalah
suatu proses yang merencanakan, menghasilakan suatu alat yang lebih baik dengan
didasarkan pada hasil penelitian terhadap kurikulum yang tidak berlaku sehingga
dapat memberikan kondisi kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. Dari
beberapa pengertian tersebut dapat kami simpulkan bahwa asas pengembangan
kurikulum adalah pedoman pemikiran yang dijadikan dasar untuk membuat
perencanaan arah proses pembelajaran.
Asas-asas
pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Asas filosofis
Merupakan asas yang
berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara.Pada
umumnya sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang baik.Yang
dimaksud dengan baik pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita
atau filsafat yang dianut oleh suatu negara, guru, orangtua, masyarakat bahkan
dunia.
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat
bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai
tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.Tidak hanya hal tersebut,
filsafat sangat penting digunakan untuk pertimbangan mengambil keputusan dalam
setiap aspek kurikulum.
Ada beberapa aliran filsafat yang digunakan oleh para
pengembang kurikulum untuk membuat keputusan yang jelas. Beberapa aliran
filsafat tersebut, yaitu:
a.
Aliran Perennialisme
Aliran ini menginginkan kurikulum yang
dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia dan
biologi. Untuk mata pelajaran yang berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti
seni rupa dan olah raga dianggap tidak terlalu penting. Pelajaran yang
diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi. Kurikulum
ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi di perguruan tinggi.
b.
Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat
bahwa kebenaran itu berasal dari atas, dari dunia supra-natural dari Tuhan.
Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filasafat idealisme. Kebenaran
dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui wahyu. Kebenaran ini
termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa yang datang dari Tuhan
itu baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Filsafat ini umumnya
diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Semua siswa diharuskan
mengikuti pelajaran agama, menghadiri khutbah dan membaca kitab suci. Biasanya
disiplin termasuk ketat, pelanggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat
dikeluakan dari sekolah. Namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan
dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
c.
Aliran Realisme
Filsafat Realisme
mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian
ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat
ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan
hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
Sekolah yang beraliran
realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah mantap sebagai hasil penelitian
ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam betbagai disiplin ilmu atau mata
pelajarab. Di sekolah akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang
fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya. Karena mengutamakan pengetahuan
yang esensial, maka pelajaran embel-embel seperti keterampilan dan kesenian dianggap
tidak perlu.
Kurikulum ini tidak
memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar menaruh minat terhadap
pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai
disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang intensif adalah
persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam
masyarakat. Dapat dibayangkan banyaknya murid yang tidak mampu mengikuti studi
akademis.
d.
Aliran Pragmatisme (Aliran
Instrumentalisme/Utilitarianisme)
Aliran ini juga disebut
aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran
adalah buatan manusia berdasrkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak,
kebenaran adalah tentative dan dapat berubah. Yang baik, ialah yang berakibat
baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada kepada masyarakat
dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
Tugas guru adalah
mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan
kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah, atau
dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat dilakukan oleh anak sendiri,
bukan karena dipompakan ke dsalam otaknya. Yang pentingh ialah bukan what to
think melainkan how to think yakni melalui pemecahan masalah. Pengetahuan
diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena digunakan
secara fungsional dalam memecahkan masalah.
Aliran fragmatisme
sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang berpendirian bahwa sekolah
harus berada pada garis terdepan pembanguan dan perubahan masyarakat. Sekolah
ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa secara kritis menganlisis isu-isu
sosial.
Dalam perencanaan kurikulum
orang tua dan masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan sumber-sumber
pendidikan formal dengan sumber sosial, politik dan ekonomi guna memperbaiki
ekonomi kondisi hidup manusia. Banyak di antara penganut aliran ini memandang
sekolah sebagai masyarakat kecil.
e.
Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai
factor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Secara individual norma-norma
hidup yang dimiliki oleh setiap individu itu berbeda dan ditentukan oleh
masing-masing secara bebas, namum dengan pertimbangan tidak menyinggung perasaan orang lain.
Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme
mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak
otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri
dengan penuh tanngung jawab. Sekolah ini menolaksegala kurikulum, pedoman,
instruksi, buku wajib dan lain-lain dari pihak luar.Anak harus mencari
identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri.
Bimbingan yang diberikan sering bersifat
non-directive, dimana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa
mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.
Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata:
a.
Filsafat pendidikan
menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga
yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga
Negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi filsafat menetukan tujuan pendidikan.
b.
Dengan adanya tujuan
pendidikan, ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus
dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c.
Filsafat juga menentukan
cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
d.
Filsafat memberi
kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian
terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e.
Tujuan pendidikan
memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah
dicapai.
f.
Tujuan pendidikan
memberikan motivasi dalam proses belajar mengajar, bilka jelas dikjetahui apa
yang ingin dicapai.
2. Asas Psikologis
Asas
psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi.
Manusia sebagai makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas
sembilan aspek psikologi yang kompleks tetapi satu. Aspek-aspek tersebut
dikembangkan dengan perantara berbagai mata pelajaran yang tercantum dalam
kurikulum sebagai berikut:
a.
|
Aspek ketakwaan
|
:
|
dikembangkan
dengan kelompok bidang agama
|
b.
|
Aspek cipta
|
:
|
dikembangkan
dengan kelompok bidang studi ekstra, sosial, bahasa, dan filsafat.
|
c.
|
Aspek rasa
|
:
|
dikembangkan
dengan kelompok bidang studi seni
|
d.
|
Aspek karsa
|
:
|
dikembangkan
dengan kelompok bidang studi etika, budi pekerti, Agama, dan PPKN.
|
e.
|
Aspek karya (kreatif)
|
:
|
Dikembangkan
melalu kegiatan penelitian, independen studi, dan pengembangan bakat.
|
f.
|
Aspek karya (keprigelan)
|
:
|
Dikembangkn
dengan berbagai mata pelajaran keterampilan.
|
g.
|
Aspek kesehatan
|
:
|
Dikembangkan
dengan kelompok bidang studi kesehatan, olahraga.
|
h.
|
Aspek sosial
|
:
|
Dikembangkan
melalui kegiatan praktek lapangan, gotong royong, kerja bakti, KKN, PPL, dan
sebagainya.
|
i.
|
Aspek karya
|
:
|
Dikembangkan
melalui pembinan bakat dan kerja madiri.
|
Asas
psikologis juga merupakan asas yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum,
antara lain:
a.
Psikologi Anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk
kepentingan anak, yakni menciptakan situasi–situasi dimana anak dapat belajar
untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai
manusia yang lain daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang
mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan
tersebut dengan segala kesulitannya.Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri
sesuai dengan perkembangannya.
Pada permulaan abad ke-20, anak kian
mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian
muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas
minat dan perkembangan anak (child centered curiculum).Kurikulum ini dapat
diapandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa
menghiraukan kebutuhan anak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum adalah:
1)
Anak bukan miniatur orang dewasa.
2)
Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan
pribadi anak seutuhnya.
3)
Faktor anak harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum.
4)
Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai
subjek belajar dan bukan objek belajar.
5)
Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri,
lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia
sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.
6)
Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain,
banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama
bagi semua.
b.
Psikologi Belajar
Pendidikan disekolah diberikan dengan
kepercayaan dan keyakinan bahwa anak–anak dapat di didik.Anak– anak dapat
belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat
menerima norma-norma, dapat mempelajari macam–macam keterampilan. Kurikulum
dapat di susun dan disajikan dengan jalan yang seefektif –efektifnya agar
proses keberlangsungan belajar berjalan dengan baik.
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses
belajar mengajar. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara kurikulum dan
psikologi belajar juga psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu
maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum (http://yuukbelajar.blogspot.com/2011/05/asas-dan-faktor-pengembangan-kurikulum.html)
3.
Asas Sosiologis
Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan,
cita-cita dan kebutuhan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum
para pengembang kurikulum hendaknya merujuk pada lingkungan atau dunia dimana
mereka tinggal, merespon terhadap berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau
diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat. Sangat banyak kebutuhan
masyarakat yang harus dipilah-pilah, disaring dan diseleksi agar menjadi suatu
keputusan dalam pengembangan kurikulum. Kompleksitas kehidupan dalam masyarakat
disebabkan oleh :
a)
dalam masyarakat
terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam,
b) kepentingan antar individu berbeda-beda,
c)
masyarakat selalu
mengalami perkembangan.
Asas
Sosiologis yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan
manusia, hasil erja manusia berupa pengetahuan, dan lain-lain.
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia
lainnya.Ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ harus memenuhi
tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggungjawab, baik sebagai
anak, maupun sebagai orang dewasa kelak.Ia banyak menerima jasa dari masyarakat
dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarrakat. Tuntutan
masyarakat tak dapat diabaikannya.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan
yang tak dapat tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu
dinyatakannya dalam kelakuannya.Tiap masyarakat berlain corak nilai-nilai yang
dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan
masyarakat akibat perkembangan ilmu pengeahuan dan teknologi merupakan factor
pertimbangan dalam kurikulum.
Oleh sebab masyarakat suatu factor yang begitu pentin
dalam pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah sau asas. Dalam
hal ini pun harus kita jaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi
sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat “society-centered curriculum”
4. Asas Organisasi
Asas Organisasi yaitu asas yang mempertimbangkan bentuk
dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan.Asas ini berkenaan dengan
masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah
dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah
diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam
bentuk broad-field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan
lain-lainnya.Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus
segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu.
Ilmu jiwa social yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah
bagian-bagiannya cenderung memilih kurikulum yang subject-centered, atau yang
berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah.
Sebaliknya ilmu jiwa gestalt lebih mengutamakan
keseluruhan, karena keseluruhan itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan
anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum
terpadu atau lebih cenderung
memilihkurikulum terpacu atau intergrated kuriklum
Kembali perlu diingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang
baik tidak baik. Setiap organisasi mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari
kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam
organisasi kurikulum dapat dijalankan secara bersama di stu sekolah, bahkan
yang satu dapat membantu atau melengkapi yang satu lagi.
Kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih?Pertanyaan
itu diajukan karena macamnya kemungkinan.Dalam mengembangkan kurikulum harus
diadakan pilihan, jadi selalu hasil semacam kompromi antara anggota panitia
kurikulum. Sering dikatakan bahwa “curriculum is a matter of choice”, kurikulum
adalah soal pilihan. Dalam hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian
atau sikap seseorang tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua
pendirian utama, yakni yang tradisional dan yang progresif
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
S. 2005. Asas-asas kurikulum.Jakarta
: PT Bumi Aksara
Kamis 28 Februari 2013 pukul 13.00 WIB
Jum’at
8 Maret 2013 pukul 10.30 WIB
jum’at
8 Maret 2013 pukul 10.35 WIB
http://tonipurwakarta.blogspot.com/2009/01/azas-azas-kurikulum.html, jum’at 8
Maret 2013 pukul 11.20 WIB
Selasa
26 Maret 2013 pukul 19.40 WIB
Selasa
26 Maret 2013 pukul 20.30 WIB
Selasa
26 Maret 2013 pukul 20.50
1 komentar:
makasih mba.... sangat membantu. hehehehe
Posting Komentar